Jika anda bermaksud untuk menjalankan usaha di bidang Jasa Konstruksi di Indonesia, maka sebaiknya memahami terlebih dahulu bentuk-bentuk usaha Jasa Konstruksi yang diakui secara hukum di Indonesia. 

Sedangkan jika anda adalah pemilik proyek (pengguna Jasa Konstruksi) mala selain karena pertimbangan aspek legalitas, pengetahuan tentang bentuk usaha Jasa Konstruksi juga perlu untuk mengetahui dan memastikan lingkup pekerjaan yang dapat dilakukan oleh masing-masing bentuk dari usaha Jasa Konstruksi tersebut.

Di Indonesia, bentuk usaha Jasa Konstruksi secara umum dibagi menjadi tiga, yakni:

  1. Perorangan;
  2. Badan Usaha; dan
  3. Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing.

  1. ORANG PERSEORANGAN

Usaha Jasa Konstruksi “orang perseorangan” merupakan usaha yang dilakukan langsung oleh orang tersebut tanpa membentuk badan usaha.[1] Hal ini biasanya dilakukan oleh profesional langsung yang menyalurkan keahliannya untuk memberikan jasa. Seperti misalnya seorang Penilai Ahli.

Meskipun bentuk usaha “orang perseorangan”, namun bukan berarti terbebas dari kewajiban untuk memiliki perizinan berusaha. Perizinan Berusaha yang diperlukan ialah dalam bentuk “Tanda Daftar Usaha Perseorangan” yang diajukan melalui system OSS dan diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/kota setempat sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.[2]

Meskipun terlihat mudah, namun kekurangan untuk usaha jasa konstruksi Orang Perseorangan ini ialah terbatasnya layanan jasa di bidang konstruksi yang dapat dikerjakannya. Adapun kriteria layanan jasa di bidang konstruksi (pekerjaan) yang dapat dikerjakan oleh usaha jasa konstruksi Orang Perseorangan ialah:[3]

  1. Berisiko Kecil;
  2. Berteknologi Sederhana;
  3. Berbiaya Kecil; dan
  4. Sesuai dengan bidang keahlian orang tersebut.

2. BADAN USAHA

Di Indonesia, Badan Usaha (termasuk untuk jasa konstruksi) dibagi menjadi dua secara umum, yakni Badan Usaha yang Berbadan Hukum dan Badan Usaha yang Tidak Berbadan Hukum. Badan Usaha yang Berbadan Hukum dapat terdiri dari:

  1. Perseroan Terbatas (PT);
  2. Koperasi;
  3. Perusahaan Umum;
  4. Perusahaan Umum Daerah;

Sedangkan Badan Usaha yang Tidak Berbadan Hukum diantaranya ialah:

  1. Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschap) yang dikenal juga dengan sebutan singkatan “CV”;
  2. Persekutuan Firma (Venootschap Onder Firma), yang dikenal juga dengan singkatan “Firma”;
  3. Persekutuan Perdata;

Usaha jasa konstruksi yang berbentuk “Badan Usaha” inilah yang umumnya dibuat di Indonesia. Karena cakupan kegiatan usaha yang dapat dilakukannya mencakup semua kegiatan usaha dibidang jasa konstruksi sesuai dengan kualifikasi dan persyaratan yang dimilikinya, kecuali untuk Badan Usaha yang Tidak Berbadan Hukum, memiliki batasan tertentu untuk memberikan jasa konstruksi yang berisiko tinggi dan hanya dapat digolongkan kedalam kualifikasi “kecil”.

Untuk jenis dan tahapan dalam memperoleh perizinan berusaha untuk badan usaha jasa konstruksi, maka langkah pertama ialah dengan mendirikan badan usahanya terlebih dahulu kemudian mengajukan dan memenuhi persyaratan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Pendirian badan usaha dilakukan seperti halnya mendirikan perusahaan pada umumnya di Indonesia, yakni dilakukan dengan pembuatan anggaran dasar perusahaan di Notaris yang kemudian disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan pengurusan persyaratan administrasi dan perizinan lainnya seperti NPWP Badan dan Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha dalam bentuk:

  1. Izin Lokasi;
  2. Persetujuan Lingkungan;
  3. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG); dan
  4. Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Setelah persyaratan perizinan di atas terpenuhi, maka langkah selanjutnya ialah memperoleh Perizinan Berusaha berbasis risiko. Yang artinya jenis perizinan berusaha yang harus dipenuhi akan bergantung pada tingkat risiko usaha jasa konstruksi yang akan dijalankan.

Dalam system perizinan berusaha berbasis risiko, sebenarnya hanya NIB yang lengkap dan efektif yang akan menjadi izin akhir dari proses pengajuan izin. Namun untuk sampai ke tahap memperoleh NIB tersebut, ada persyaratan sertifikat standar dan/atau izin yang harus dimiliki (tergantung dari klasifikasi risiko usaha). Dalam Peraturan Perundang-Undangan, telah ditentukan bahwa Perizinan Berusaha Untuk Menunjang Kegiatan Usaha pada subsektor jasa konstruksi terdiri atas:

  1. Sertifikat Badan Usaha (SBU) konstruksi;
  2. Sertifikat Kompetensi Kerja (SKK) konstruksi;
  3. Jika BUJKA: registrasi kantor perwakilan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA);
  4. Jika Lembaga Sertifikasi BUJK: lisensi lembaga sertifikasi Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK); dan
  5. Jika Lembaga Sertifikasi Profesi: lisensi lembaga sertifikasi profesi jasa konstruksi.

Namun perlu dipahami juga bahwa, untuk memperoleh sertifikasi di atas, seperti SBU dan/atau SKK, maka harus juga memenuhi beberapa ketentuan khusus lainnya, baik itu pemenuhan persyaratan untuk sarana dan prasarana yang dimiliki oleh perusahaan ataupun sumber daya manusia (termasuk tenaga kerja dengan kemampuan khusus sesuai bidang usaha) yang dimiliki oleh perusahaan.

3. BADAN USAHA JASA KONSTRUKSI ASING

Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing (BUJKA)dapat didirikan dan/atau beroperasi di Indonesia dengan syarat harus membentuk:

  1. Kantor Perwakilan (Kantor Perwakilan BUJKA); atau
  2. Badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional.

Kantor Perwakilan BUJKA merupakan kantor yang ditunjuk oleh BUJKA di luar negeri sebagai perwakilannya di Indonesia. Sedangkan untuk model yang kedua yakni “Badan usaha berbadan hukum Indonesia melalui kerja sama modal dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional” umumnya dikenal juga dengan istilah “BUJKA Berbadan Hukum Indonesia” atau “BUJK Penanaman Modal Asing” yang kemudian disingkat “BUJK PMA”.

Beberapa ketentuan khusus yang perlu dimiliki dan dipenuhi oleh Kantor Perwakilan BUJKA dan BUJK PMA ialah:

  1. Kantor Perwakilan BUJKA
    1. berbentuk badan usaha dengan kualifikasi yang setara dengan kualifikasi besar;
    2. memenuhi Perizinan Berusaha;
    3. membentuk kerja sama operasi dengan badan usaha Jasa Konstruksi nasional berkualifikasi besar yang memenuhi Perizinan Berusaha;
    4. mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing;
    5. menempatkan warga negara Indonesia sebagai pimpinan tertinggi kantor perwakilan;
    6. mengutamakan penggunaan material dan teknologi konstruksi dalam negeri;
    7. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan lingkungan, serta memperhatikan kearifan lokal;
    8. melaksanakan proses alih teknologi;
    9. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    10. Izin Usaha diberikan oleh Pemerintah Pusat.
  2. BUJK PMA
    1. Dilakukan dengan prinsip kesetaraan kualifikasi, kesamaan layanan, dan tanggung renteng;
    2. memenuhi persyaratan kualifikasi besar;
    3. Memenuhi Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat

Pembahasan rinci lainnya, akan dibuat pada tulisan-tulisan selanjutnya.

Regards.


[1] Pasal 19 UUJK.

[2] Pasal 27 UUJK.

[3] Pasal 21 UUJK.

By admin

error: Content is protected !!